Filsafat Ilmu
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Filsafat dan ilmu adalah dua kata yang saling terkait, baik secara subtansial maupun historis karena kelahiran ilmu tidak lepas dari peran filsafat, sebaliknya perkembangan ilmu memperkuat keberadaan filsafat.
Dari pertumbuhan ilmu sejak zaman Yunani kuno sampai abad modern ini tampak nyata bahwa ilmu merupakan suatu aktivitas manusia, suatu kegiatan melakukan sesuatu yang dilaksanakan orang atau lebih tepat suatu rangkaian aktivitas yang membentuk suatu proses.
Seseorang yang melaksanakan rangkaian aktivitas yang disebut ilmu itu kini lazim dinamakan ilmuwan (scientist). Sejak istilah natural science (ilmu-ilmu kealaman) dipakai untuk menggantikan natural philosophy dalam abad 18 , di negara Inggris orang juga mencari-cari sebutan khusus bagi mereka yang mengembangkan natural science itu untuk dibedakan dari filsuf, sejarahwan, dan kelompok-kelompok cendekiawan lainnya.
Ilmu dapat merupakan suatu metode berfikir secara objektif (objektif thinking) tujuannya untuk menggambarkan dan memberi makna terhadap dunia faktual. Pengetahuan yang diperoleh dengan ilmu, diperolehnya melalui observasi, eksperimen, klasifikasi. Analisis ilmu itu objektif dan menyampingkan unsur pribadi, pemikiran logika diutamakan, netral, dalam arti tidak dipengaruhi oleh sesuatu yang bersifat kedirian (subjektif), karena dimulai dengan fakta. Ilmu merupakan milik manusia secara komprehensif. Ilmu merupakan lukisan dan keterangan yang lengkap dan konsisten mengenai hal-hal yang dipelajarinya dalam ruang dan waktu sejauh jangkauan logika dan dapat diamati pancaindera manusia.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Filsafat Ilmu ?
2. Apa saja Karakteristik Berfikir Filsafat ?
3. Bagaimana Ilmu sebagai Proses (Akrivitas) ?
4. Apa saja Ciri dan Cara Kerja Filsafat Ilmu ?
5. Bagaimana Metode Filsafat Ilmu ?
6. Bagaimana Ilmu sebagai Metode dan Produk ?
7. Bagaimana Produk dan Hasil Ilmu ?
C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Pengertian Filsafat Ilmu
2. Untuk Mengetahui Karakteristik Berfikir Filsafat
3. Untuk Mengetahui Ilmu sebagai Proses (Akrivitas)
4. Untuk Mengetahui Ciri dan Cara Kerja Filsafat Ilmu
5. Untuk Mengetahui Metode Filsafat Ilmu
6. Untuk Mengetahui Ilmu sebagai Metode dan Produk
7. Untuk Mengetahui Produk dan Hasil Ilmu
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Filsafat Ilmu
Ilmu berasal dari bahasa Arab ‘Alima, ya’lamu, ilman, yang berarti mengerti, memahami, benar-benar. Dalam bahasa inggris disebut science dari bahasa latin scientia (pengetahuan), dan scire (mengetahui). Jadi ilmu adalah pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode-metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu di bidang (pengetahuan).
Adapun beberapa ciri-ciri utama ilmu menurut terminologi, antara lain :
1. Ilmu adalah sebagian pengetahuan bersifat koheren, empiris, sitematis, dapat diukur dan dibuktikan.
2. Ilmu tidak memerlukan kepastian lengkap berkenaan dengan masing-masing penalaran perorangan, sebab ilmu dapat memuat di dalamnya dirinya sendiri hipotesis-hipotesis dan teori-teori yang belum sepenuhnya dimantapkan.
3. Konsep ilmu (pengetahuan ilmiah) adalah ide bahwa metode-metode yang berhasil yang berhasil dan hasil-hasil yang terbukti pada dasarnya harus terbuka kepada semua pencari ilmu.
4. Ciri hakiki lainnya dari ilmu ialah metodologi sebab kaitan logis yang dicari ilmu tidak dicapai dengan penggabungan tidak teratur dan tidak terarah dari banyak pengamatan dan ide yang terpisah-pisah.
5. Kesatuan setiap ilmu bersumber di dalam kesatuan objeknya. Teori skolastik mengenai ilmu membuat perbedaan antara objek material dan objek formal, yang terdahulu adalah objek konkret yang disimak ilmu. Yang mencirikan setiap ilmu adalah objek formalnya.
Adapun beberapa definisi ilmu menurut para ahli, di antaranya adalah :
1. Mohammad Hatta, mendefinisikan ilmu adalah pengetahuan yang teratur tentang pekerjaan hukum kausal dalam suatu golongan masalah yang sama tabiatnya, maupun menurut kedudukannya tampak dari luar, maupun menurut bangunan nya dari dalam.
2. Ralph Ross dan Ernest Van Den Haag, mengatakan ilmu adalah yang empiris, rasional, umum dan sistematik, dan keempatnya serentak.
3. Karl Pearson, mengatakan ilmu adalah lukisan atau keterangan yang komprehensif dan konsisten tentang fakta pengalaman dengan istilah yang sederhana.
4. Ashley Montagu, Guru Besar Antropologi di Rutgers University menyimpulkan bahwa ilmu adalah pengetahuan yang disusun dalam satu sistem yang berasal dari pengamatan, studi dan percobaan untuk menentukan hakikat prinsip tentang hal yang sedang dikaji.
5. Harsojo, Guru besar antropologi di Universitas Pajajaran, menerangkan bahwa ilmu adalah :
a. Merupakan akumulasi pengetahuan yang disistemasikan
b. Suatu pendekatan atau metode pendekatan terhadap seluruh dunia empiris, yaitu dunia yang terikat oleh faktor ruang dan waktu, dunia yang pada prinsipnya dapat diamati oleh panca indera manusia.
6. Afanasyef, seorang pemikir marxist bangsa Rusia mendefinisikan ilmu adalah pengetahuan manusia tentang alam, masyarakat, dan pikiran.
Dari keterangan para ahli tentang ilmu di atas, dapat disimpulkan bahwa ilmu adalah sebagian pengetahuan yang mempunyai ciri, tanda, syarat tertentu yaitu : sistematik, rasional, empiris, universal, objektif, dapat diukur, terbuka, dan komulatif.
Adapun perbedaan antara ilmu dan pengetahuan. Ilmu adalah bagian dari pengetahuan yang terklasifikasi, tersistem dan terukur serta dapat dibuktikan kebenarannya secara empiris. Sedangkan pengetahuan adalah keseluruhan pengetahuan yang belum tersusun, baik mengenai metafisika maupun fisik.
The Liang Gie mengutip Paul Freedman dari buku The Principles of Scientiffic Research member batasan ilmu sebagai berikut:
“Ilmu adalah suatu bentuk aktivitas manusia dengan melakukannya manusia memperoleh suatu pengetahuan senantiasa lebih lengkap dan cermat tentang alam di masa lampau, serta suatu kemampuan yang menyesuaikan dirinya pada lingkungan dan mengubah sifat-sifatnya sendiri”.
Sementara itu, Jujun S Suriasumantri dalam buku Ilmu dalam perspektif menulis :
“Ilmu lebih bersifat kegiatan dari pada sekedar produk yang siap dikonsumsi”.
B. Karakteristik berfikir filsafat
Berfikir filsafat dapat diartikan sebagai berfikir secara mendalam sampai hakikat, atau berfikir secara global yang dilihat dari berbagai sudut pandang pemikiran atau sudut pandang ilmu pengetahuan. Karakteristik berfikir filsafat menurut Ali Mudhofir :
1. Berfikir radikal. Radikal berasal dari bahasa Yunani radix yang berarti “akar”, berfikir secara radikal berarti berfikir sampai akar-akarnya. Berfikir sampai ke hakikat, esensi, atau ke subsansi yang dipikirkan.
2. Berfikir secara universal. Berfikir secara universal adalah berfikir tentang hal-hal dalam proses yang bersifat umum, dalam arti tidak memikirkan hal-hal yang parsial.
3. Berfikir secara konseptual. Konsep disini adalah hasil generlisasi dari pengalaman tentang hal-hal serta proses-proses individul dengan ciri-ciri yang konseptual ini berfikir secara kefilsafatan melampaui batas pengalaman hidup sehari-hari.
4. Berfikir secara sistematis
5. Berfikir secara koheren dan konsisten. Koheren artinya sesuai dengan kaidah-kaidah berpikir logis. Konsisten artinya tidak mengandung kontradiksi.
6. Berfikir secara komfrehensif. Komfrehensif mencakup secara menyuruh.
7. Berfikir secara bebas. Sampai batas-batas yang luas maka setiap filsafat boleh dikatakan merupakan suatu hasil dari pemikiran yang bebas dari berbagai prasangka sosia, historis, dan religius.
8. Berfikir secara bertanggung jawab. Seseorang yang berfilsafat adalah orang yang berfikir sambil bertanggung jawab. Pertanggung jawaban yang pertama adalah terhadap hati nurani sendiri. Disini tampaklah hubungan antara kebebasan berfikir dalam filsafat dengan etika yang mendasarinya.
Menurut Ahmad Tafsir :
1. Menyeluruh (komprehensif)
2. Mendasar atau radikal
3. Mencari kejelasan apa yang dilakukan filsafat harus bermuara pada pencarian kejelasan intelektual dari seluruh realitas.
4. Berfikir rasional yaitu berfikir logis, sistematis dan kritis
5. Spekulatif, kegiatan spekulatif merupakan yang pertama dari kegiatan-kegiatan utama yang telah dilakukan oleh para filsuf selama berabad-abad, yakni membuat dugaan-dugaan yang masuk akal mengenai sesuatu hal. Filsafat berusaha menetapkan kriteria apa yang disebut benar (logika), apa yang disebut baik (etika) dan apa yang disebut indah (estetika) dan selanjutnya dapat diteruskan dan dimanfaatkan oleh ilmu-ilmu.
6. Konseptual adalah berfikir melampaui batas pengalaman hidup sehari-hari
7. Koheren dan konsisten. Koheren artinya sesuai dengan kaidah-kaidah berfikir logis dan konsisten artinya tidak mengandung kontradiksi.
8. Sistematis dan metodis. Sistematis adalah saling berkaitan dan metodis adalah cara yang ditempuh dalam mendapatkan kebenaran.
C. Ilmu sebagai proses (aktivitas)
Ilmu secara nyata dan khas adalah suatu aktivitas manusiawi, yakni perbuatan melakukan sesuatu yang dilakukan oleh manusia. Ilmu tidak hanya satu aktivitas tunggal saja, melainkan suatu rangkaian aktivitas sehingga merupakan sebuah proses. Rangkaian aktivitas itu bersifat rasional, kognitif, dan teleologis.
1. Rasional
Aktivitas rasional berarti kegiatan yang mempergunakan kemampuan pikiran untuk menalar yang berbeda dengan aktivitas berdasarkan perasaan dan naluri. Ilmu menampakkan diri sebagai kegiatan penalaran logis dari pengamatan empiris. Penalaran merupakan suatu proses berpikir dalam menarik sesuatu kesimpulan yang berupa pengetahuan. Manusia pada hakikatnya merupakan makhluk yang berfikir, merasa, bersikap, dan bertindak. Sikap dan tindakannya bersumber pada pengetahuan yang didapatkan lewat kegiatan merasa atau berpikir. Penalaran menghasilkan pengetahuan yang dikaitkan dengan berpikir bukan dengan perasaan, meskipun seperti itu dikatakan Pascal, hati pun mempunyai logika tersendiri. Meskipun demikian patut kita sadari bahwa tidak semua kegiatan berfikir menyandarkan diri pada penalaran. Jadi penalaran merupakan kegiatan berfikir yang mempunyai karakteristik tertentu dalam menemukan kebenaran.Berpangkal pada hasrat kognitif dan kebutuhan intelektualnya, manusia melakukan rangkaian pemikiran dan kegiatan rasional dengan lingkungan atau masyarakat yang kemudian melahirkan ilmu.
2. Kognitif
Pada dasarnya ilmu adalah sebuah proses yang bersifat kognitif, bertalian dengan proses mengetahui dan pengetahuan. Proses kognitif (cognition) adalah suatu rangkaian aktivitas seperti pengenalan, penyerapan, pengkonsepsian, dan penalaran (antara lain) yang dengannya manusia dapat mengetahui dan memperoleh pengetahuan tentang sesuatu hal.
Menurut Piaget menyatakan bahwa di dalam diri individu terjadi adaptasi terhadap lingkungan dilakukan melalui dua proses yaitu asimilasi dan akomodasi.
a. Asimilasi
Asimilasi adalah proses kognitif dimana seseorang mengintegrasikan persepsi, konsep ataupun pengalaman baru ke dalam skema atau pola yang sudah ada dalam pikirannya. Proses menambahkan informasi baru ke dalam skema yang sudah ada. Proses ini bersifat subjektif, karena seseorang akan cenderung memodifikasi pengalaman atau informasi yang diperolehnya agar bisa masuk ke dalam skema yang sudah ada sebelumnya. Asimilasi dipandang sebagai suatu proses kognitif yang menempatkan dan mengklasifikasikan kejadian atau rangsangan baru dalam skema yang telah ada. Proses asimilasi ini berjalan terus. Asimilasi tidak akan menyebabkan perubahan atau pergantian skemata melainkan perkembangan skemata. Asimilasi adalah salah satu proses individu dalam mengadaptasikan dan mengorganisasikan diri dengan lingkungan baru pengertian orang itu berkembang. Dalam contoh di atas, melihat burung kenari dan memberinya label “burung” adalah contoh mengasimilasi binatang itu pada skema burung si anak.
b. Akomodasi
Akomodasi terjadi untuk membentuk skema baru yang cocok dengan rangsangan yang baru atau memodifikasi skema yang telah ada sehingga cocok dengan rangsangan itu.
3. Teleologis
Ilmu selain merupakan sebuah proses yang bersifat rasional dan kognitif, juga bercorak teleologis, yakni mengarah pada tujuan tertentu karena para ilmuwan dalam melakukan aktivitas ilmiah mempunyai tujuan-tujuan yang ingin dicapai. Ilmu melayani sesuatu tujuan tertentu yang diinginkan oleh setiap ilmuwan. Dengan demikian, ilmu adalah aktivitas manusiawi yang bertujuan. Tujuan ilmu itu dapat bermacam-macam sesuai dengan apa yang diharapkan oleh masing-masing ilmuwan.
D. Ciri dan Cara Kerja Filsafat Ilmu
Filsafat ilmu bukanlah ilmu filsafat. Filsafat ilmu, singkatnya, adalah filsafat yang menelusuri dan menyelidiki sedalam dan seluas mungkin segala sesuatu mengenai semua ilmu, terutama hakekatnya, tanpa melupakan metodenya. Istilah “Ilmu Filsafat” bukanlah ilmu yang tepat, sebab dengan demikian filsafat seakan-akan ilmu, sedangkan seperti telah dikemukakan sebelum ini, fisafat bukanlah ilmu, karena fisafat dalah pengetahuan yang non-empirik, yaitu tidak berdasarkan pemahaman inderawi. Sebagaimana telah kita ketahui, pemahaman inderawi dan pembuktian empirik merupakan suatu komponen vital dari suatu pengetahuan untuk dapat disebut “ilmu” atau “pengetahuan ilmiah.”
Filsafat ilmu adalah akar dari semua ilmu atau pengetahuan ilmiah. Ciri dan cara kerjanya adalah:
1. Berkenaan dengan pengkajian konsep-konsep, pengandaian-pengandaian (Asumtion), dan metode-metode ilmiah. Dengan demikian, filsafat ilmu erat kaitannya dengan pengkajian analisis konseptual dan bahasa yang digunakannya, dan juga dengan perluasan serta penyusunan cara-cara yang lebih konsisten dan lebih tepat untuk memperoleh pengetahuan.
2. Menyelidiki dan membenarkan ciri-ciri penalaran ilmiah apapun baik dalam proses pembentukannya maupun sebagai suatu hasil.
3. Mengkaji bagaimana cara berbagai ilmu berbeda satu dari yang lain, saling berkaitan satu dengan yang lain, dan memperlihatkan kesamaan antara yang satu dengan yang lain tanpa mengabaikan derajat paradigma masing-masing.
4. Menyelidiki berbagai dampak pengetahuan ilmiah pada hal-hal berikut:
a. Persepsi manusia akan kenyataan
b. Pemahaman berbagai dinamika alam
c. Saling berkaitan antara logika dengan ilmu matematika
d. Berbagai keadaan (states) dan keberadaan-keberadaan (entities )teoritis
e. Berbagaisumberpengetahuandanpertanggungjawabannya(liability)
f. Hakikat (the esence) manusia, tempat-tempatnya, dan posisinya ditengah semua keberadaan lain paling sedikit yang berada dilingkungan dekatnya. Semua penelitin, pengkajian, dan penyelidikan yang telah disinggung tersebut yang termasuk hakikat penelitian ilmiah, memerlukan pembahasan yang panjang dan juga intensif yang meliputi berbagai hal berikut: sebab akibat, penggolongan, pemastian, pengendalian deduksi, system defines, penilaian, fakta empirik (epidence), eksperiment penjelasan, fakta, penyalahan (falsification), hipotesis, induksi, hukum, pengukuran, model, ramalan, kemungkinan, teori, pembenaran (verifikation).
E. Metode filsafat Ilmu
Secara etimologi metode berasal dari kata Yunani methodos, sambungan kata depan meta (menuju, melalui, mengikuti, sesudah) dan kata benda hodos (jalan, perjalanan, cara, arah) kata methodos sendiri berarti penelitian, metode ilmiah, hipotesis ilmiah, uraian ilmiah. Metode ialah cara bertindak menurut aturan tertentu. Dalam sains dilakukan dengan menggunakan metode pengamatan, eksperimen, generalisasi dan verifikasi. Sedangkan dalam ilmu sosial dan budaya menggunakan metode wawancara dan pengamatan. Pelaksanaan metode ilmiah ini meliputi enam tahap, yaitu :
1. Merumuskan masalah
2. Mengumpulkan keterangan, yaitu segala informasi yang mengarah dan dekat pada pemecahan masalah
3. Menyusun hipotesis dengan melakukan percobaan atau penelitian
4. Mengolah data (hasil) dengan menggunakan metode statistik untuk menghasilkan kesimpulan
5. Menguji kesimpulan. Untuk meyakinkan kebenaran hipotesis melalui hasil percobaan perlu dilakukan uji ulang. Apabila hasil uji mendukung hipotesis maka hipotesis itu bisa menjadi kaidah (hukum) bukan menjadi teori
Ilmu sebagai metode adalah merupakan suatu proses penerapan ilmu dengan penjabaran yang terperinci dalam rangka menemukan pengetahuan yang lebih luas. Pengetahuan yang diperoleh oleh manusia melalui akal, indra, dan lain-lain mempunyai metode tersendiri dalam teori pengetahuan, di antaranya adalah :
1. Metode Induktif
Induksi yaitu suatu metode yang menyimpulkan pernyataan-pernyataan hasil observasi disimpulkan dalam suatu pernyataan yang lebih umum. Dalam induksi, setelah diperoleh pengetahuan, maka akan dipergunakan hal-hal lain, seperti ilmu mengajarkan kita akan tahu bahwa logam lain kalau dipanasi juga akan mengembang. Dari contoh di atas bisa diketahui bahwa induksi tersebut memberikan suatu pengetahuan yang disebut juga dengan pengetahuan sintetik.
2. Metode Dedukti
Deduktif ialah suatu metode yang menyimpulkan bahwa data-data empirik diolah lebih lanjut dalam suatu sistem pernyataan yang runut. Hal-hal yang harus ada dalam metode deduktif ialah adanya perbandingan logis antara kesimpulan-kesimpulan itu sendiri. Contohnya: Jika penawaran besar, harga akan turun. Karena penawaran besar, maka beras akan turun.
3. Metode positivisme
Metode ini dikeluarkan oleh August Comte (1789-1857). Metode ini berpangkal dari apa yang telah diketahui, yang faktual, yang positif. Ia mengenyampingkan segala uraian atau persoalan di luar yang ada sebagai fakta. Apa yang diketahui secara positif, adalah segala yang tampak dan segala gejala. Dengan demikian metode ini dalam bidang filsafat dan ilmu pengetahuan dibatasi kepada bidang gejala-gejala saja.
4. Metode kontemplatif
Metode ini mengatakan adanya keterbatasan indra dan akal manusia untuk memperoleh pengetahuan, sehingga objek yang dihasilkan pun akan berbeda-beda harusnya dikembangkan suatu kemampuan akal yang disebut dengan intuisi. Pengetahuan yang diperoleh lewat intuisi ini bisa diperoleh dengan cara berkontemplasi seperti yang dilakukan oleh al-Ghazali. Intuisi dalam tasawuf disebut ma’rifah yaitu pengetahuan yang datang dari Tuhan melalui pencerahan dan penyinaran.
5. Metode dialektis
Dalam filsafat, dialektika mula-mula berarti metode tanya jawab untuk mencapai kejernihan filsafat. Metode ini diajarkan oleh Socrates, namun Plato mengartikannya diskusi logika. Kini dialektika berarti tahap logika, yang mengajarkan kaidah-kaidah dan metode-metode penuturan, juga analisis sistematik tentang ide-ide untuk mencapai apa yang terkandung dalam pandangan.
6. Metode Kritis
Metode yang menganalisa istilah dan pendapat yang menjelaskan keyakinan dan memperlihatkan pertentangan.
7. Metode Intuitif
Metode yang menggunakan jalan pembauran antara kesadaran dan proses perubahan untuk mencapai pemahaman langsung mengenai kenyataan.
8. Metode Skolastik
Metode bersifat sintesis-deduktif yang bertitik tolak dari definisi-definisi yang jelas untuk dapat menarik kesimpulan-kesimpulan.
9. Metode Matematis
Metode yang menganalisa mengenai hal-hal kompleks yang dicapai intuisi akan hakikat-hakikat sederhana dan dari hakikat-hakikat itu dideduksikan secara matematis segala pengertian lainnya.
10. Metode Empiris
Metode yang menggunakan pengalaman-pengalaman nyata untuk kemudian disusun bersama secara geometris.
11. Metode Transendental
Metode yang bertitik tolak dari tepatnya pengertian tertentu dengan jalan analisis yang disertai syarat-syarat tertentu.
12. Metode Fenomenologis
Metode yang menggunakan jalan beberapa pemotongan sistematis refleksi atas fenomin dalam kesadaran mencapai penglihatan hakikat.
13. Metode Neopositifitis
Metode yang memahami kenyataan menurut hakikatnya dengan jalan mempergunakan aturan-aturan pada ilmu pengetahuan positif.
14. Metode Analitika Bahasa
Metode yang menggunakan jalan analisis pemakaian bahasa sehari-hari yang ditentukan sah atau tidaknya ucapan-ucapan filosofi.
F. Ilmu sebagai Metode dan Produk
Perkembangan dan kemajuan peradaban manusia tidak bisa dilepaskan dari peranan ilmu. Bahkan perubahan pola hidup manusia dari waktu ke waktu sesungguhnya berjalan seiring dengan sejarah kemajuan dan perkembangan ilmu. Kemajuan ilmu dan teknologi dari masa ke masa adalah ibarat mata rantai yang tidak terputus satu sama lain.
Ilmu sebagai produk. Carles Siregar menyatakan: “ilmu adalah proses yang membuat pengetahuan”. Adapun Jujun S. Suriasumantri dalam buku Ilmu dalam persperktif menulis”. Ilmu lebih bersifat merupakan kegiatan daripada sekedar produk yang siap dikonsumsikan”.
Pengetahuan berkembang dari rasa ingin tahu, yang merupakan ciri khas menusia karena manusia adalah satu-satunya makhluk yang mengembangkan pengetahuan secara sungguh-sungguh. Binatang juga mempunyai pengetahuan, namun hanya terbatas untuk kelangsungan hidupnya. Dengan ilmu yang dimiliki oleh manusia, maka manusia mempergunakanya sebagai suatu produk untuk mengembangkan ilmu tersebut menjadi pengetahuan-pengetahuan dan hasil karya yang bisa diambil manfaatnya.
Tentang tujuan ilmu pengetahuan dalam ilmu pengetahuan moderen ialah bahwa ilmu pengetahuan bertujuan menundukkan alam, alam dipandangnya sebagai sesuatu untuk dimanfaatkan dan dinikmati semaksimal mungkin. Dalam hubungan ini Nasr (Sayyed Hosein Nasr) mengemukakan bahwa akibat yang akan terjadi dari pandangan demikian, alam diperlakukan oleh manusia modern seperti pelacur, mengambil manfaat dan kepuasan darinya tanpa rasa kewajiban dan tanggungjawab apapun.
Perkembangan ilmu pengetahuan di zaman kontemporer ditandai dengan berbagai teknologi canggih. Teknologi dan informasi termasuk salah satu yang mengalami kemajuan yang pesat. Mulai dari penemuan komputer, satelit komunikasi, internet dan lain-lain. Manusia dewasa ini memiliki mobilitas yang begitu tinggi, karena pengaruh teknologi komunikasi dan informasi. Bidang ilmu lain juga mengalami kemajuan pesat, sehingga terjadi spesialisasi-spesialisasi ilmu yang semakin tajam. Ilmuwan kontemporer mengetahui hal yang sedikit tetapi secara mendalam. Ilmu kedokteran pun semakin menajam dalam spesialis dan subspesialis. Demikian bidang-bidang ilmu lain disamping kecenderungan lain adalah sintesis antara bidang ilmu satu dengan lainya, sehingga dihasilkan bidang ilmu baru seperti bioteknologi dan psikolinguistik. Hal ini merupakan implementasi ilmu sebagai suatu produk yang dikembangkan oleh para ilmuwan.
Produk-produk ilmu sangat bermanfaat bagi kelangsungan hidup umat manusia. Dan merupakan kenyataan yang tak bisa dipungkiri bahwa peradaban manusia sangat berhutang budi kepada ilmu. Ilmu telah banyak mengubah wajah dunia seperti hal memberantas penyakit, kelaparan, kemiskinan, dan berbagai wajah kehidupan yang sulit lainya. Dengan kemajuan ilmu juga manusia bisa merasakan kemudahan lainya seperti transportasi, pemukiman, pendidikan, komunikasi, dan lain sebagainya, Singkatnya ilmu merupakan sarana (produk) untuk membantu manusia dalam mencapai tujuan hidupnya.
G. Produk atau Hasil Ilmu
Secara umum ada tiga basis yang klasifikasi ilmu secara filosofis kedalam beberapa wilayah, seperti ilmu-ilmu matematis, ilmu alam, metafisika, ilmu politik, dan terakhir teologi dialektis. Beliau memberi perincian ilmu-ilmu religious (Ilahiyah) dalam bentuk kalam dan fiqih langsung mengikuti perinci ilmu-ilmu filosofis, yakni matematika, ilmu alam, metafisika, dan ilmu politik.
Sedangkan Al-Ghazali secara filosofi membagi ilmu kedalam ilmu syar’iyyah dan ilmu aqliyyah. Oleh Al-Ghazali ilmu yang terakhir ini disebut juga sebagai ilmu ghairsyar’iyyah. Begitu juga Quthb al-Din membedakan jenis ilmu menjadi ulum hikmy dan ulum ghair hikmy. sangat mendasar dalam menyusun secara hirarki ilmu-ilmu metodologis, ontologis, etis. Hampir ketiga kriteria ini dipakai dan diterima oleh para ilmuwan muslim sesudahnya membuat klasifikasi ilmu-ilmu.
Al-Farabi membuat
Ilmu non filosofis menurutnya dipandang sinonim dengan ilmu religious, karena diam menganggap ilmu itu berkembang dalam suatu peradaban yang memilki syari’ah (hukum wahyu).
Pemakaian istilah ghair oleh Al-Ghazali dan Qutb al-Din untuk ilmu intelektual berarti, bagi keduanya, ilmu sar’iyyah lebih utama dan lebih berperan sebagai basis ataupan dasar untuk menamai setiap ilmu lainnya.
Dr. Mohammad Al-bahi membagi ilmu dari segi sumbernya terbagi menjadi dua yang petama ilmu yang bersumber dari Tuhan, ilmu yang bersumber dari manusia. Al-jurjani membagi ilmu menjadi dua jenis yang pertama ilmu qadim, dan yang kedua ilmu hadis (baru). Ilmu qadim adalah Ilmu Allah yang jelas sangat berbeda ilmu hadis yang dimiliki manusia sebagai hamba-Nya.
Klasifikasi Al-Ghazali tentang ilmu Syar’iyyah dan Aqliyyah
1. Ilmu Syar’iyyah
a. Ilmu tentang prinsip-prinsip dasar (Al-usul)
1) Ilmu tentanng keesaan Tuhan (Al-Tauhid)
2) Ilmu tentang kenabian
3) Ilmu tentang akhirat dan estatologis
4) Ilmu tentang sumber pengetahuan religious, yaitu AL-Qur’an dan Al-Sunah (Primer), Ijma, dan tradisi para sahabat (Skunder), ilmu ini terbagi menjadi dua kategori :
a) Ilmu-ilmu pengantar (ilmu alat)
b) Ilmu-ilmu pelengkap, terdiri dari : ilmu Qur’an, ilmu riwayat Al-hadis, ilmu Ushul Fiqih, dan biografi para tokoh
b. Ilmu tentang cabang-cabang (Furu’)
1) Ilmu tentang kewajiban manusia kepada Tuhan (ibadah)
2) Ilmu tentang kewajiban kepada masyarakat :
a) Ilmu tentang transaksi, termasuk qisas
b) Ilmu tentang kewajiban kontraktual (berhubungan dengan hukum keluarga)
3) Ilmu tentang kewajiban manusia kepada jiwanya sendiri (ilmu akhlak)
2. Ilmu Aqliyyah
a. Matematika : Aritmatika, geometric, dan astronomi
b. Logika
c. Fisika atau ilmualam : kedokteran, meteoprologi, mineralogi, kimia
d. Ilmu tentang wujud diluar alam, atau metafisika ontologi:
1) Pengetahuan tentang esensi sifat dan aktivitas ilahi
2) Pengetahuan tentang subtansi-subtansi sederhana
3) Pengetahuan tentang dunia halus
4) Ilmu tentang kenabian dan penomena kewalian ilmu tentang Nabi
5) Teurgi (Nairanjiyya) ilmu ini menggunakan kekuatan-kekuatan bumi untuk meghasilakan efek super natural.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Ilmu adalah sebagian pengetahuan yang mempunyai ciri, tanda, syarat tertentu yaitu : sistematik, rasional, empiris, universal, objektif, dapat diukur, terbuka, dan komulatif. Ilmu juga dikatakan sebagai metode, merupakan suatu proses penerapan ilmu dengan penjabaran yang terperinci dalam rangka menemukan pengetahuan yang lebih luas. Pengetahuan yang diperoleh oleh manusia melalui akal, indra, dan lain-lain mempunyai metode tersendiri dalam teori pengetahuan, di antaranya adalah : Metode Induktif, Metode Deduktif, Metode positivisme, Metode kontemplatif, Metode Transe, Metode Fenomenologis, Metode Neopositifitis, Metode Analitika Bahasa.
Secara umum ada tiga basis yang klasifikasi ilmu secara filosofis kedalam beberapa wilayah, seperti ilmu-ilmu matematis, ilmu alam, metafisika, ilmu politik, dan terakhir teologi dialektis. Beliau memberi perincian ilmu-ilmu religious (Ilahiyah) dalam bentuk kalam dan fiqih langsung mengikuti perinci ilmu-ilmu filosofis, yakni matematika, ilmu alam, metafisika, dan ilmu politik.
Sedangkan Al-Ghazali secara filosofi membagi ilmu kedalam ilmu syar’iyyah dan ilmu aqliyyah. Oleh Al-Ghazali ilmu yang terakhir ini disebut juga sebagai ilmu ghairsyar’iyyah. Begitu juga Quthb al-Din membedakan jenis ilmu menjadi ulum hikmy dan ulum ghair hikmy. sangat mendasar dalam menyusun secara hirarki ilmu-ilmu metodologis, ontologis, etis. Hampir ketiga kriteria ini dipakai dan diterima oleh para ilmuwan muslim sesudahnya membuat klasifikasi ilmu-ilmu dan menghasilkan suatu hasil (produk). Produk-produk ilmu sangat bermanfaat bagi kelangsungan hidup umat manusia. Dan merupakan kenyataan yang tak bisa dipungkiri bahwa peradaban manusia sangat berhutang budi kepada ilmu. Ilmu telah banyak mengubah wajah dunia seperti hal memberantas penyakit, kelaparan, kemiskinan, dan berbagai wajah kehidupan yang sulit lainya. Dengan kemajuan ilmu juga manusia bisa merasakan kemudahan lainya seperti transportasi, pemukiman, pendidikan, komunikasi, dan lain sebagainya, Singkatnya ilmu merupakan sarana (produk) untuk membantu manusia dalam mencapai tujuan hidupnya.
B. Saran
Ilmu merupakan pengetahuan yang dihasilkan manusia dengan menggunakan metode-metode tertentu. Dengan ilmu manusia akan mengubah wajah dunia, semoga dengan adanya makalah ini para pembaca lebih semangat lagi dalam mencari ilmu baik itu ilmu agama ataupun ilmu umum dan kami menyadari pula bahwa masih banyak kekurangan dalam makalah ini sehingga kami harap agar pembaca dapat memberi saran dan kritik untuk lebih membangun makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Bakhtiar, Amsal. Filsafat Ilmu. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 2006.
Al-Ghazali, al-Munqidh min al-Dhalal. Diterjemahkan oleh Masyhur Abadi dengan Setitik Cahaya Dalam Kegelapan. Surabaya: Progressif. 2002.
Tim Dosen Filsafat Ilmu UGM. Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Liberty Yogyakarta. 1996.
Suriasumantri, Jujun S. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. 2003.
Semiawan,Conny & Th.Isetiawan Supiarti. Panorama Filsafat Ilmu. Jakarta selatan PT.Mizan Publika. 2005.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Filsafat dan ilmu adalah dua kata yang saling terkait, baik secara subtansial maupun historis karena kelahiran ilmu tidak lepas dari peran filsafat, sebaliknya perkembangan ilmu memperkuat keberadaan filsafat.
Dari pertumbuhan ilmu sejak zaman Yunani kuno sampai abad modern ini tampak nyata bahwa ilmu merupakan suatu aktivitas manusia, suatu kegiatan melakukan sesuatu yang dilaksanakan orang atau lebih tepat suatu rangkaian aktivitas yang membentuk suatu proses.
Seseorang yang melaksanakan rangkaian aktivitas yang disebut ilmu itu kini lazim dinamakan ilmuwan (scientist). Sejak istilah natural science (ilmu-ilmu kealaman) dipakai untuk menggantikan natural philosophy dalam abad 18 , di negara Inggris orang juga mencari-cari sebutan khusus bagi mereka yang mengembangkan natural science itu untuk dibedakan dari filsuf, sejarahwan, dan kelompok-kelompok cendekiawan lainnya.
Ilmu dapat merupakan suatu metode berfikir secara objektif (objektif thinking) tujuannya untuk menggambarkan dan memberi makna terhadap dunia faktual. Pengetahuan yang diperoleh dengan ilmu, diperolehnya melalui observasi, eksperimen, klasifikasi. Analisis ilmu itu objektif dan menyampingkan unsur pribadi, pemikiran logika diutamakan, netral, dalam arti tidak dipengaruhi oleh sesuatu yang bersifat kedirian (subjektif), karena dimulai dengan fakta. Ilmu merupakan milik manusia secara komprehensif. Ilmu merupakan lukisan dan keterangan yang lengkap dan konsisten mengenai hal-hal yang dipelajarinya dalam ruang dan waktu sejauh jangkauan logika dan dapat diamati pancaindera manusia.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Filsafat Ilmu ?
2. Apa saja Karakteristik Berfikir Filsafat ?
3. Bagaimana Ilmu sebagai Proses (Akrivitas) ?
4. Apa saja Ciri dan Cara Kerja Filsafat Ilmu ?
5. Bagaimana Metode Filsafat Ilmu ?
6. Bagaimana Ilmu sebagai Metode dan Produk ?
7. Bagaimana Produk dan Hasil Ilmu ?
C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Pengertian Filsafat Ilmu
2. Untuk Mengetahui Karakteristik Berfikir Filsafat
3. Untuk Mengetahui Ilmu sebagai Proses (Akrivitas)
4. Untuk Mengetahui Ciri dan Cara Kerja Filsafat Ilmu
5. Untuk Mengetahui Metode Filsafat Ilmu
6. Untuk Mengetahui Ilmu sebagai Metode dan Produk
7. Untuk Mengetahui Produk dan Hasil Ilmu
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Filsafat Ilmu
Ilmu berasal dari bahasa Arab ‘Alima, ya’lamu, ilman, yang berarti mengerti, memahami, benar-benar. Dalam bahasa inggris disebut science dari bahasa latin scientia (pengetahuan), dan scire (mengetahui). Jadi ilmu adalah pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode-metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu di bidang (pengetahuan).
Adapun beberapa ciri-ciri utama ilmu menurut terminologi, antara lain :
1. Ilmu adalah sebagian pengetahuan bersifat koheren, empiris, sitematis, dapat diukur dan dibuktikan.
2. Ilmu tidak memerlukan kepastian lengkap berkenaan dengan masing-masing penalaran perorangan, sebab ilmu dapat memuat di dalamnya dirinya sendiri hipotesis-hipotesis dan teori-teori yang belum sepenuhnya dimantapkan.
3. Konsep ilmu (pengetahuan ilmiah) adalah ide bahwa metode-metode yang berhasil yang berhasil dan hasil-hasil yang terbukti pada dasarnya harus terbuka kepada semua pencari ilmu.
4. Ciri hakiki lainnya dari ilmu ialah metodologi sebab kaitan logis yang dicari ilmu tidak dicapai dengan penggabungan tidak teratur dan tidak terarah dari banyak pengamatan dan ide yang terpisah-pisah.
5. Kesatuan setiap ilmu bersumber di dalam kesatuan objeknya. Teori skolastik mengenai ilmu membuat perbedaan antara objek material dan objek formal, yang terdahulu adalah objek konkret yang disimak ilmu. Yang mencirikan setiap ilmu adalah objek formalnya.
Adapun beberapa definisi ilmu menurut para ahli, di antaranya adalah :
1. Mohammad Hatta, mendefinisikan ilmu adalah pengetahuan yang teratur tentang pekerjaan hukum kausal dalam suatu golongan masalah yang sama tabiatnya, maupun menurut kedudukannya tampak dari luar, maupun menurut bangunan nya dari dalam.
2. Ralph Ross dan Ernest Van Den Haag, mengatakan ilmu adalah yang empiris, rasional, umum dan sistematik, dan keempatnya serentak.
3. Karl Pearson, mengatakan ilmu adalah lukisan atau keterangan yang komprehensif dan konsisten tentang fakta pengalaman dengan istilah yang sederhana.
4. Ashley Montagu, Guru Besar Antropologi di Rutgers University menyimpulkan bahwa ilmu adalah pengetahuan yang disusun dalam satu sistem yang berasal dari pengamatan, studi dan percobaan untuk menentukan hakikat prinsip tentang hal yang sedang dikaji.
5. Harsojo, Guru besar antropologi di Universitas Pajajaran, menerangkan bahwa ilmu adalah :
a. Merupakan akumulasi pengetahuan yang disistemasikan
b. Suatu pendekatan atau metode pendekatan terhadap seluruh dunia empiris, yaitu dunia yang terikat oleh faktor ruang dan waktu, dunia yang pada prinsipnya dapat diamati oleh panca indera manusia.
6. Afanasyef, seorang pemikir marxist bangsa Rusia mendefinisikan ilmu adalah pengetahuan manusia tentang alam, masyarakat, dan pikiran.
Dari keterangan para ahli tentang ilmu di atas, dapat disimpulkan bahwa ilmu adalah sebagian pengetahuan yang mempunyai ciri, tanda, syarat tertentu yaitu : sistematik, rasional, empiris, universal, objektif, dapat diukur, terbuka, dan komulatif.
Adapun perbedaan antara ilmu dan pengetahuan. Ilmu adalah bagian dari pengetahuan yang terklasifikasi, tersistem dan terukur serta dapat dibuktikan kebenarannya secara empiris. Sedangkan pengetahuan adalah keseluruhan pengetahuan yang belum tersusun, baik mengenai metafisika maupun fisik.
The Liang Gie mengutip Paul Freedman dari buku The Principles of Scientiffic Research member batasan ilmu sebagai berikut:
“Ilmu adalah suatu bentuk aktivitas manusia dengan melakukannya manusia memperoleh suatu pengetahuan senantiasa lebih lengkap dan cermat tentang alam di masa lampau, serta suatu kemampuan yang menyesuaikan dirinya pada lingkungan dan mengubah sifat-sifatnya sendiri”.
Sementara itu, Jujun S Suriasumantri dalam buku Ilmu dalam perspektif menulis :
“Ilmu lebih bersifat kegiatan dari pada sekedar produk yang siap dikonsumsi”.
B. Karakteristik berfikir filsafat
Berfikir filsafat dapat diartikan sebagai berfikir secara mendalam sampai hakikat, atau berfikir secara global yang dilihat dari berbagai sudut pandang pemikiran atau sudut pandang ilmu pengetahuan. Karakteristik berfikir filsafat menurut Ali Mudhofir :
1. Berfikir radikal. Radikal berasal dari bahasa Yunani radix yang berarti “akar”, berfikir secara radikal berarti berfikir sampai akar-akarnya. Berfikir sampai ke hakikat, esensi, atau ke subsansi yang dipikirkan.
2. Berfikir secara universal. Berfikir secara universal adalah berfikir tentang hal-hal dalam proses yang bersifat umum, dalam arti tidak memikirkan hal-hal yang parsial.
3. Berfikir secara konseptual. Konsep disini adalah hasil generlisasi dari pengalaman tentang hal-hal serta proses-proses individul dengan ciri-ciri yang konseptual ini berfikir secara kefilsafatan melampaui batas pengalaman hidup sehari-hari.
4. Berfikir secara sistematis
5. Berfikir secara koheren dan konsisten. Koheren artinya sesuai dengan kaidah-kaidah berpikir logis. Konsisten artinya tidak mengandung kontradiksi.
6. Berfikir secara komfrehensif. Komfrehensif mencakup secara menyuruh.
7. Berfikir secara bebas. Sampai batas-batas yang luas maka setiap filsafat boleh dikatakan merupakan suatu hasil dari pemikiran yang bebas dari berbagai prasangka sosia, historis, dan religius.
8. Berfikir secara bertanggung jawab. Seseorang yang berfilsafat adalah orang yang berfikir sambil bertanggung jawab. Pertanggung jawaban yang pertama adalah terhadap hati nurani sendiri. Disini tampaklah hubungan antara kebebasan berfikir dalam filsafat dengan etika yang mendasarinya.
Menurut Ahmad Tafsir :
1. Menyeluruh (komprehensif)
2. Mendasar atau radikal
3. Mencari kejelasan apa yang dilakukan filsafat harus bermuara pada pencarian kejelasan intelektual dari seluruh realitas.
4. Berfikir rasional yaitu berfikir logis, sistematis dan kritis
5. Spekulatif, kegiatan spekulatif merupakan yang pertama dari kegiatan-kegiatan utama yang telah dilakukan oleh para filsuf selama berabad-abad, yakni membuat dugaan-dugaan yang masuk akal mengenai sesuatu hal. Filsafat berusaha menetapkan kriteria apa yang disebut benar (logika), apa yang disebut baik (etika) dan apa yang disebut indah (estetika) dan selanjutnya dapat diteruskan dan dimanfaatkan oleh ilmu-ilmu.
6. Konseptual adalah berfikir melampaui batas pengalaman hidup sehari-hari
7. Koheren dan konsisten. Koheren artinya sesuai dengan kaidah-kaidah berfikir logis dan konsisten artinya tidak mengandung kontradiksi.
8. Sistematis dan metodis. Sistematis adalah saling berkaitan dan metodis adalah cara yang ditempuh dalam mendapatkan kebenaran.
C. Ilmu sebagai proses (aktivitas)
Ilmu secara nyata dan khas adalah suatu aktivitas manusiawi, yakni perbuatan melakukan sesuatu yang dilakukan oleh manusia. Ilmu tidak hanya satu aktivitas tunggal saja, melainkan suatu rangkaian aktivitas sehingga merupakan sebuah proses. Rangkaian aktivitas itu bersifat rasional, kognitif, dan teleologis.
1. Rasional
Aktivitas rasional berarti kegiatan yang mempergunakan kemampuan pikiran untuk menalar yang berbeda dengan aktivitas berdasarkan perasaan dan naluri. Ilmu menampakkan diri sebagai kegiatan penalaran logis dari pengamatan empiris. Penalaran merupakan suatu proses berpikir dalam menarik sesuatu kesimpulan yang berupa pengetahuan. Manusia pada hakikatnya merupakan makhluk yang berfikir, merasa, bersikap, dan bertindak. Sikap dan tindakannya bersumber pada pengetahuan yang didapatkan lewat kegiatan merasa atau berpikir. Penalaran menghasilkan pengetahuan yang dikaitkan dengan berpikir bukan dengan perasaan, meskipun seperti itu dikatakan Pascal, hati pun mempunyai logika tersendiri. Meskipun demikian patut kita sadari bahwa tidak semua kegiatan berfikir menyandarkan diri pada penalaran. Jadi penalaran merupakan kegiatan berfikir yang mempunyai karakteristik tertentu dalam menemukan kebenaran.Berpangkal pada hasrat kognitif dan kebutuhan intelektualnya, manusia melakukan rangkaian pemikiran dan kegiatan rasional dengan lingkungan atau masyarakat yang kemudian melahirkan ilmu.
2. Kognitif
Pada dasarnya ilmu adalah sebuah proses yang bersifat kognitif, bertalian dengan proses mengetahui dan pengetahuan. Proses kognitif (cognition) adalah suatu rangkaian aktivitas seperti pengenalan, penyerapan, pengkonsepsian, dan penalaran (antara lain) yang dengannya manusia dapat mengetahui dan memperoleh pengetahuan tentang sesuatu hal.
Menurut Piaget menyatakan bahwa di dalam diri individu terjadi adaptasi terhadap lingkungan dilakukan melalui dua proses yaitu asimilasi dan akomodasi.
a. Asimilasi
Asimilasi adalah proses kognitif dimana seseorang mengintegrasikan persepsi, konsep ataupun pengalaman baru ke dalam skema atau pola yang sudah ada dalam pikirannya. Proses menambahkan informasi baru ke dalam skema yang sudah ada. Proses ini bersifat subjektif, karena seseorang akan cenderung memodifikasi pengalaman atau informasi yang diperolehnya agar bisa masuk ke dalam skema yang sudah ada sebelumnya. Asimilasi dipandang sebagai suatu proses kognitif yang menempatkan dan mengklasifikasikan kejadian atau rangsangan baru dalam skema yang telah ada. Proses asimilasi ini berjalan terus. Asimilasi tidak akan menyebabkan perubahan atau pergantian skemata melainkan perkembangan skemata. Asimilasi adalah salah satu proses individu dalam mengadaptasikan dan mengorganisasikan diri dengan lingkungan baru pengertian orang itu berkembang. Dalam contoh di atas, melihat burung kenari dan memberinya label “burung” adalah contoh mengasimilasi binatang itu pada skema burung si anak.
b. Akomodasi
Akomodasi terjadi untuk membentuk skema baru yang cocok dengan rangsangan yang baru atau memodifikasi skema yang telah ada sehingga cocok dengan rangsangan itu.
3. Teleologis
Ilmu selain merupakan sebuah proses yang bersifat rasional dan kognitif, juga bercorak teleologis, yakni mengarah pada tujuan tertentu karena para ilmuwan dalam melakukan aktivitas ilmiah mempunyai tujuan-tujuan yang ingin dicapai. Ilmu melayani sesuatu tujuan tertentu yang diinginkan oleh setiap ilmuwan. Dengan demikian, ilmu adalah aktivitas manusiawi yang bertujuan. Tujuan ilmu itu dapat bermacam-macam sesuai dengan apa yang diharapkan oleh masing-masing ilmuwan.
D. Ciri dan Cara Kerja Filsafat Ilmu
Filsafat ilmu bukanlah ilmu filsafat. Filsafat ilmu, singkatnya, adalah filsafat yang menelusuri dan menyelidiki sedalam dan seluas mungkin segala sesuatu mengenai semua ilmu, terutama hakekatnya, tanpa melupakan metodenya. Istilah “Ilmu Filsafat” bukanlah ilmu yang tepat, sebab dengan demikian filsafat seakan-akan ilmu, sedangkan seperti telah dikemukakan sebelum ini, fisafat bukanlah ilmu, karena fisafat dalah pengetahuan yang non-empirik, yaitu tidak berdasarkan pemahaman inderawi. Sebagaimana telah kita ketahui, pemahaman inderawi dan pembuktian empirik merupakan suatu komponen vital dari suatu pengetahuan untuk dapat disebut “ilmu” atau “pengetahuan ilmiah.”
Filsafat ilmu adalah akar dari semua ilmu atau pengetahuan ilmiah. Ciri dan cara kerjanya adalah:
1. Berkenaan dengan pengkajian konsep-konsep, pengandaian-pengandaian (Asumtion), dan metode-metode ilmiah. Dengan demikian, filsafat ilmu erat kaitannya dengan pengkajian analisis konseptual dan bahasa yang digunakannya, dan juga dengan perluasan serta penyusunan cara-cara yang lebih konsisten dan lebih tepat untuk memperoleh pengetahuan.
2. Menyelidiki dan membenarkan ciri-ciri penalaran ilmiah apapun baik dalam proses pembentukannya maupun sebagai suatu hasil.
3. Mengkaji bagaimana cara berbagai ilmu berbeda satu dari yang lain, saling berkaitan satu dengan yang lain, dan memperlihatkan kesamaan antara yang satu dengan yang lain tanpa mengabaikan derajat paradigma masing-masing.
4. Menyelidiki berbagai dampak pengetahuan ilmiah pada hal-hal berikut:
a. Persepsi manusia akan kenyataan
b. Pemahaman berbagai dinamika alam
c. Saling berkaitan antara logika dengan ilmu matematika
d. Berbagai keadaan (states) dan keberadaan-keberadaan (entities )teoritis
e. Berbagaisumberpengetahuandanpertanggungjawabannya(liability)
f. Hakikat (the esence) manusia, tempat-tempatnya, dan posisinya ditengah semua keberadaan lain paling sedikit yang berada dilingkungan dekatnya. Semua penelitin, pengkajian, dan penyelidikan yang telah disinggung tersebut yang termasuk hakikat penelitian ilmiah, memerlukan pembahasan yang panjang dan juga intensif yang meliputi berbagai hal berikut: sebab akibat, penggolongan, pemastian, pengendalian deduksi, system defines, penilaian, fakta empirik (epidence), eksperiment penjelasan, fakta, penyalahan (falsification), hipotesis, induksi, hukum, pengukuran, model, ramalan, kemungkinan, teori, pembenaran (verifikation).
E. Metode filsafat Ilmu
Secara etimologi metode berasal dari kata Yunani methodos, sambungan kata depan meta (menuju, melalui, mengikuti, sesudah) dan kata benda hodos (jalan, perjalanan, cara, arah) kata methodos sendiri berarti penelitian, metode ilmiah, hipotesis ilmiah, uraian ilmiah. Metode ialah cara bertindak menurut aturan tertentu. Dalam sains dilakukan dengan menggunakan metode pengamatan, eksperimen, generalisasi dan verifikasi. Sedangkan dalam ilmu sosial dan budaya menggunakan metode wawancara dan pengamatan. Pelaksanaan metode ilmiah ini meliputi enam tahap, yaitu :
1. Merumuskan masalah
2. Mengumpulkan keterangan, yaitu segala informasi yang mengarah dan dekat pada pemecahan masalah
3. Menyusun hipotesis dengan melakukan percobaan atau penelitian
4. Mengolah data (hasil) dengan menggunakan metode statistik untuk menghasilkan kesimpulan
5. Menguji kesimpulan. Untuk meyakinkan kebenaran hipotesis melalui hasil percobaan perlu dilakukan uji ulang. Apabila hasil uji mendukung hipotesis maka hipotesis itu bisa menjadi kaidah (hukum) bukan menjadi teori
Ilmu sebagai metode adalah merupakan suatu proses penerapan ilmu dengan penjabaran yang terperinci dalam rangka menemukan pengetahuan yang lebih luas. Pengetahuan yang diperoleh oleh manusia melalui akal, indra, dan lain-lain mempunyai metode tersendiri dalam teori pengetahuan, di antaranya adalah :
1. Metode Induktif
Induksi yaitu suatu metode yang menyimpulkan pernyataan-pernyataan hasil observasi disimpulkan dalam suatu pernyataan yang lebih umum. Dalam induksi, setelah diperoleh pengetahuan, maka akan dipergunakan hal-hal lain, seperti ilmu mengajarkan kita akan tahu bahwa logam lain kalau dipanasi juga akan mengembang. Dari contoh di atas bisa diketahui bahwa induksi tersebut memberikan suatu pengetahuan yang disebut juga dengan pengetahuan sintetik.
2. Metode Dedukti
Deduktif ialah suatu metode yang menyimpulkan bahwa data-data empirik diolah lebih lanjut dalam suatu sistem pernyataan yang runut. Hal-hal yang harus ada dalam metode deduktif ialah adanya perbandingan logis antara kesimpulan-kesimpulan itu sendiri. Contohnya: Jika penawaran besar, harga akan turun. Karena penawaran besar, maka beras akan turun.
3. Metode positivisme
Metode ini dikeluarkan oleh August Comte (1789-1857). Metode ini berpangkal dari apa yang telah diketahui, yang faktual, yang positif. Ia mengenyampingkan segala uraian atau persoalan di luar yang ada sebagai fakta. Apa yang diketahui secara positif, adalah segala yang tampak dan segala gejala. Dengan demikian metode ini dalam bidang filsafat dan ilmu pengetahuan dibatasi kepada bidang gejala-gejala saja.
4. Metode kontemplatif
Metode ini mengatakan adanya keterbatasan indra dan akal manusia untuk memperoleh pengetahuan, sehingga objek yang dihasilkan pun akan berbeda-beda harusnya dikembangkan suatu kemampuan akal yang disebut dengan intuisi. Pengetahuan yang diperoleh lewat intuisi ini bisa diperoleh dengan cara berkontemplasi seperti yang dilakukan oleh al-Ghazali. Intuisi dalam tasawuf disebut ma’rifah yaitu pengetahuan yang datang dari Tuhan melalui pencerahan dan penyinaran.
5. Metode dialektis
Dalam filsafat, dialektika mula-mula berarti metode tanya jawab untuk mencapai kejernihan filsafat. Metode ini diajarkan oleh Socrates, namun Plato mengartikannya diskusi logika. Kini dialektika berarti tahap logika, yang mengajarkan kaidah-kaidah dan metode-metode penuturan, juga analisis sistematik tentang ide-ide untuk mencapai apa yang terkandung dalam pandangan.
6. Metode Kritis
Metode yang menganalisa istilah dan pendapat yang menjelaskan keyakinan dan memperlihatkan pertentangan.
7. Metode Intuitif
Metode yang menggunakan jalan pembauran antara kesadaran dan proses perubahan untuk mencapai pemahaman langsung mengenai kenyataan.
8. Metode Skolastik
Metode bersifat sintesis-deduktif yang bertitik tolak dari definisi-definisi yang jelas untuk dapat menarik kesimpulan-kesimpulan.
9. Metode Matematis
Metode yang menganalisa mengenai hal-hal kompleks yang dicapai intuisi akan hakikat-hakikat sederhana dan dari hakikat-hakikat itu dideduksikan secara matematis segala pengertian lainnya.
10. Metode Empiris
Metode yang menggunakan pengalaman-pengalaman nyata untuk kemudian disusun bersama secara geometris.
11. Metode Transendental
Metode yang bertitik tolak dari tepatnya pengertian tertentu dengan jalan analisis yang disertai syarat-syarat tertentu.
12. Metode Fenomenologis
Metode yang menggunakan jalan beberapa pemotongan sistematis refleksi atas fenomin dalam kesadaran mencapai penglihatan hakikat.
13. Metode Neopositifitis
Metode yang memahami kenyataan menurut hakikatnya dengan jalan mempergunakan aturan-aturan pada ilmu pengetahuan positif.
14. Metode Analitika Bahasa
Metode yang menggunakan jalan analisis pemakaian bahasa sehari-hari yang ditentukan sah atau tidaknya ucapan-ucapan filosofi.
F. Ilmu sebagai Metode dan Produk
Perkembangan dan kemajuan peradaban manusia tidak bisa dilepaskan dari peranan ilmu. Bahkan perubahan pola hidup manusia dari waktu ke waktu sesungguhnya berjalan seiring dengan sejarah kemajuan dan perkembangan ilmu. Kemajuan ilmu dan teknologi dari masa ke masa adalah ibarat mata rantai yang tidak terputus satu sama lain.
Ilmu sebagai produk. Carles Siregar menyatakan: “ilmu adalah proses yang membuat pengetahuan”. Adapun Jujun S. Suriasumantri dalam buku Ilmu dalam persperktif menulis”. Ilmu lebih bersifat merupakan kegiatan daripada sekedar produk yang siap dikonsumsikan”.
Pengetahuan berkembang dari rasa ingin tahu, yang merupakan ciri khas menusia karena manusia adalah satu-satunya makhluk yang mengembangkan pengetahuan secara sungguh-sungguh. Binatang juga mempunyai pengetahuan, namun hanya terbatas untuk kelangsungan hidupnya. Dengan ilmu yang dimiliki oleh manusia, maka manusia mempergunakanya sebagai suatu produk untuk mengembangkan ilmu tersebut menjadi pengetahuan-pengetahuan dan hasil karya yang bisa diambil manfaatnya.
Tentang tujuan ilmu pengetahuan dalam ilmu pengetahuan moderen ialah bahwa ilmu pengetahuan bertujuan menundukkan alam, alam dipandangnya sebagai sesuatu untuk dimanfaatkan dan dinikmati semaksimal mungkin. Dalam hubungan ini Nasr (Sayyed Hosein Nasr) mengemukakan bahwa akibat yang akan terjadi dari pandangan demikian, alam diperlakukan oleh manusia modern seperti pelacur, mengambil manfaat dan kepuasan darinya tanpa rasa kewajiban dan tanggungjawab apapun.
Perkembangan ilmu pengetahuan di zaman kontemporer ditandai dengan berbagai teknologi canggih. Teknologi dan informasi termasuk salah satu yang mengalami kemajuan yang pesat. Mulai dari penemuan komputer, satelit komunikasi, internet dan lain-lain. Manusia dewasa ini memiliki mobilitas yang begitu tinggi, karena pengaruh teknologi komunikasi dan informasi. Bidang ilmu lain juga mengalami kemajuan pesat, sehingga terjadi spesialisasi-spesialisasi ilmu yang semakin tajam. Ilmuwan kontemporer mengetahui hal yang sedikit tetapi secara mendalam. Ilmu kedokteran pun semakin menajam dalam spesialis dan subspesialis. Demikian bidang-bidang ilmu lain disamping kecenderungan lain adalah sintesis antara bidang ilmu satu dengan lainya, sehingga dihasilkan bidang ilmu baru seperti bioteknologi dan psikolinguistik. Hal ini merupakan implementasi ilmu sebagai suatu produk yang dikembangkan oleh para ilmuwan.
Produk-produk ilmu sangat bermanfaat bagi kelangsungan hidup umat manusia. Dan merupakan kenyataan yang tak bisa dipungkiri bahwa peradaban manusia sangat berhutang budi kepada ilmu. Ilmu telah banyak mengubah wajah dunia seperti hal memberantas penyakit, kelaparan, kemiskinan, dan berbagai wajah kehidupan yang sulit lainya. Dengan kemajuan ilmu juga manusia bisa merasakan kemudahan lainya seperti transportasi, pemukiman, pendidikan, komunikasi, dan lain sebagainya, Singkatnya ilmu merupakan sarana (produk) untuk membantu manusia dalam mencapai tujuan hidupnya.
G. Produk atau Hasil Ilmu
Secara umum ada tiga basis yang klasifikasi ilmu secara filosofis kedalam beberapa wilayah, seperti ilmu-ilmu matematis, ilmu alam, metafisika, ilmu politik, dan terakhir teologi dialektis. Beliau memberi perincian ilmu-ilmu religious (Ilahiyah) dalam bentuk kalam dan fiqih langsung mengikuti perinci ilmu-ilmu filosofis, yakni matematika, ilmu alam, metafisika, dan ilmu politik.
Sedangkan Al-Ghazali secara filosofi membagi ilmu kedalam ilmu syar’iyyah dan ilmu aqliyyah. Oleh Al-Ghazali ilmu yang terakhir ini disebut juga sebagai ilmu ghairsyar’iyyah. Begitu juga Quthb al-Din membedakan jenis ilmu menjadi ulum hikmy dan ulum ghair hikmy. sangat mendasar dalam menyusun secara hirarki ilmu-ilmu metodologis, ontologis, etis. Hampir ketiga kriteria ini dipakai dan diterima oleh para ilmuwan muslim sesudahnya membuat klasifikasi ilmu-ilmu.
Al-Farabi membuat
Ilmu non filosofis menurutnya dipandang sinonim dengan ilmu religious, karena diam menganggap ilmu itu berkembang dalam suatu peradaban yang memilki syari’ah (hukum wahyu).
Pemakaian istilah ghair oleh Al-Ghazali dan Qutb al-Din untuk ilmu intelektual berarti, bagi keduanya, ilmu sar’iyyah lebih utama dan lebih berperan sebagai basis ataupan dasar untuk menamai setiap ilmu lainnya.
Dr. Mohammad Al-bahi membagi ilmu dari segi sumbernya terbagi menjadi dua yang petama ilmu yang bersumber dari Tuhan, ilmu yang bersumber dari manusia. Al-jurjani membagi ilmu menjadi dua jenis yang pertama ilmu qadim, dan yang kedua ilmu hadis (baru). Ilmu qadim adalah Ilmu Allah yang jelas sangat berbeda ilmu hadis yang dimiliki manusia sebagai hamba-Nya.
Klasifikasi Al-Ghazali tentang ilmu Syar’iyyah dan Aqliyyah
1. Ilmu Syar’iyyah
a. Ilmu tentang prinsip-prinsip dasar (Al-usul)
1) Ilmu tentanng keesaan Tuhan (Al-Tauhid)
2) Ilmu tentang kenabian
3) Ilmu tentang akhirat dan estatologis
4) Ilmu tentang sumber pengetahuan religious, yaitu AL-Qur’an dan Al-Sunah (Primer), Ijma, dan tradisi para sahabat (Skunder), ilmu ini terbagi menjadi dua kategori :
a) Ilmu-ilmu pengantar (ilmu alat)
b) Ilmu-ilmu pelengkap, terdiri dari : ilmu Qur’an, ilmu riwayat Al-hadis, ilmu Ushul Fiqih, dan biografi para tokoh
b. Ilmu tentang cabang-cabang (Furu’)
1) Ilmu tentang kewajiban manusia kepada Tuhan (ibadah)
2) Ilmu tentang kewajiban kepada masyarakat :
a) Ilmu tentang transaksi, termasuk qisas
b) Ilmu tentang kewajiban kontraktual (berhubungan dengan hukum keluarga)
3) Ilmu tentang kewajiban manusia kepada jiwanya sendiri (ilmu akhlak)
2. Ilmu Aqliyyah
a. Matematika : Aritmatika, geometric, dan astronomi
b. Logika
c. Fisika atau ilmualam : kedokteran, meteoprologi, mineralogi, kimia
d. Ilmu tentang wujud diluar alam, atau metafisika ontologi:
1) Pengetahuan tentang esensi sifat dan aktivitas ilahi
2) Pengetahuan tentang subtansi-subtansi sederhana
3) Pengetahuan tentang dunia halus
4) Ilmu tentang kenabian dan penomena kewalian ilmu tentang Nabi
5) Teurgi (Nairanjiyya) ilmu ini menggunakan kekuatan-kekuatan bumi untuk meghasilakan efek super natural.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Ilmu adalah sebagian pengetahuan yang mempunyai ciri, tanda, syarat tertentu yaitu : sistematik, rasional, empiris, universal, objektif, dapat diukur, terbuka, dan komulatif. Ilmu juga dikatakan sebagai metode, merupakan suatu proses penerapan ilmu dengan penjabaran yang terperinci dalam rangka menemukan pengetahuan yang lebih luas. Pengetahuan yang diperoleh oleh manusia melalui akal, indra, dan lain-lain mempunyai metode tersendiri dalam teori pengetahuan, di antaranya adalah : Metode Induktif, Metode Deduktif, Metode positivisme, Metode kontemplatif, Metode Transe, Metode Fenomenologis, Metode Neopositifitis, Metode Analitika Bahasa.
Secara umum ada tiga basis yang klasifikasi ilmu secara filosofis kedalam beberapa wilayah, seperti ilmu-ilmu matematis, ilmu alam, metafisika, ilmu politik, dan terakhir teologi dialektis. Beliau memberi perincian ilmu-ilmu religious (Ilahiyah) dalam bentuk kalam dan fiqih langsung mengikuti perinci ilmu-ilmu filosofis, yakni matematika, ilmu alam, metafisika, dan ilmu politik.
Sedangkan Al-Ghazali secara filosofi membagi ilmu kedalam ilmu syar’iyyah dan ilmu aqliyyah. Oleh Al-Ghazali ilmu yang terakhir ini disebut juga sebagai ilmu ghairsyar’iyyah. Begitu juga Quthb al-Din membedakan jenis ilmu menjadi ulum hikmy dan ulum ghair hikmy. sangat mendasar dalam menyusun secara hirarki ilmu-ilmu metodologis, ontologis, etis. Hampir ketiga kriteria ini dipakai dan diterima oleh para ilmuwan muslim sesudahnya membuat klasifikasi ilmu-ilmu dan menghasilkan suatu hasil (produk). Produk-produk ilmu sangat bermanfaat bagi kelangsungan hidup umat manusia. Dan merupakan kenyataan yang tak bisa dipungkiri bahwa peradaban manusia sangat berhutang budi kepada ilmu. Ilmu telah banyak mengubah wajah dunia seperti hal memberantas penyakit, kelaparan, kemiskinan, dan berbagai wajah kehidupan yang sulit lainya. Dengan kemajuan ilmu juga manusia bisa merasakan kemudahan lainya seperti transportasi, pemukiman, pendidikan, komunikasi, dan lain sebagainya, Singkatnya ilmu merupakan sarana (produk) untuk membantu manusia dalam mencapai tujuan hidupnya.
B. Saran
Ilmu merupakan pengetahuan yang dihasilkan manusia dengan menggunakan metode-metode tertentu. Dengan ilmu manusia akan mengubah wajah dunia, semoga dengan adanya makalah ini para pembaca lebih semangat lagi dalam mencari ilmu baik itu ilmu agama ataupun ilmu umum dan kami menyadari pula bahwa masih banyak kekurangan dalam makalah ini sehingga kami harap agar pembaca dapat memberi saran dan kritik untuk lebih membangun makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Bakhtiar, Amsal. Filsafat Ilmu. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 2006.
Al-Ghazali, al-Munqidh min al-Dhalal. Diterjemahkan oleh Masyhur Abadi dengan Setitik Cahaya Dalam Kegelapan. Surabaya: Progressif. 2002.
Tim Dosen Filsafat Ilmu UGM. Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Liberty Yogyakarta. 1996.
Suriasumantri, Jujun S. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. 2003.
Semiawan,Conny & Th.Isetiawan Supiarti. Panorama Filsafat Ilmu. Jakarta selatan PT.Mizan Publika. 2005.
Tidak ada komentar